Friday, April 29, 2011

Mengubah Sampah Menjadi Kompos

Mengubah Sampah Menjadi Kompos
AGAR sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku kompos, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah sesuai jenis. Saat ini memang masih terasa sulit memilah-milah sampah. Namun, bila sejak awal sudah dibiasakan, pemilahan akan lebih mudah dilakukan. Pemilahan sebaiknya sudah dilaksanakan sejak tingkat rumah tangga, pasar, atau komunitas lain. Sampah organik dipisah dari sampah non-organik. Caranya, dengan menempatkan masing-masing jenis ke dalam kantong plastik yang berbeda warna. Misalnya kantong plastik bening untuk sampah organik, kantong plastik putih untuk sampah kertas/karton, dan kantong warna hitam untuk jenis sampah lainnya.
Sampah hasil pemilahan lalu dikirim ke titik RT (first line point). Selanjutnya, oleh petugas yang dibiayai oleh masyarakat, sampah itu dibawa ke titik pengumpulan RW (second line point). Dari situ dibawa ke tingkat kelurahan (third line point), untuk kemudian diangkut ke pabrik kompos. Sedangkan sampah nonorganik seperti besi dikirim ke pedagang besi tua, sampah plastik ke pabrik plastik daur ulang, sampah kertas/karton ke pabrik kertas/karton daur ulang. Demikian pula dengan sampah berupa kaca.
Di pabrik kompos, sampah organik langsung dicacah menjadi halus. Setelah itu, dibawa ke lokasi pembuatan kompos yang letaknya di tempat yang sama. Para pemulung yang jumlahnya begitu banyak dapat dilibatkan dalam pembuatan kompos ini. Proses pembuatan kompos ini sangat sederhana sehingga mereka jika dilatih akan menguasainya dengan cepat. Jika proses ini dapat diselesaikan dalam waktu sehari selesai (one day finish), bau busuk akan hilang dengan sendirinya.
Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos hanya dalam waktu dua minggu, sisanya memerlukan waktu lebih lama. Sisanya, sebanyak 15-20 persen sampah organik yang tak terurai akan dibakar dan arangnya bisa dimanfaatkan untuk menaikkan pH tanah dan mengikat unsur logam berat yang beracun.
Kebutuhan lahan
Lahan yang diperlukan sekira 1 m2 per 2 m3 sampah dikalikan potensi jumlah sampah yang ada dan waktu yang diperlukan untuk mengolah sampah. Misalnya, produksi sampah mencapai 150.000 ton/bulan, lahan yang dibutuhkan mencapai 15 ha. Lahan tersebut bisa dibagi menjadi 3-4 lokasi agar jarak tempuh kendaraan pengangkut tidak terlalu jauh. Setiap pekerja dapat membuat kompos sekira 1 ton/hari. Jika tiap kg kompos “dibeli” dengan harga Rp 25,00/kg, mereka akan mendapatkan penghasilan Rp 25.000,00 hari. Sampah organik sebanyak 2.000 ton setelah diolah dan disaring akan menjadi 1000-1200 ton saja atau dengan angka konversi 50-60 persen. Sisanya menguap.
Biaya pembuatan kompos sekira Rp 75,00 – Rp 100,00/kg, termasuk biaya pembelian mikroba pelapuk bahan organik sebesar Rp 6.000,00 – Rp 33.000,00/ton sampah. Jika harga jualnya sekira Rp 200,00/kg maka kompos ini akan laris terjual. Saat ini harga kompos di pabrik sekira Rp 350,00 – Rp 1.50,00/kg, umumnya hanya terserap oleh tanaman hias dan beberapa jenis tanaman hortikultura dan pangan. Kompos sangat dibutuhkan untuk lahan pertanian karena fungsinya yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kesuburan kimia dan fisik tanah akan bertambah dan selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Di bidang perikanan, misalnya tambak umur pemeliharaan ikan dapat dipersingkat. Areal bekas pertambangan akan sangat baik jika diberi kompos, lahan yang sudah rusak dapat ditanami kembali.
Kandungan hara
Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Niotrogen > 1,5 % , P2o5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara 15-20 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply yang berkesinambungan.
Pupuk kompos untuk tanaman organik, jika unsur haranya kurang dapat ditambah dengan bahan organik lainnya. Nitrogen dapat ditambahkan urine ternak, mikroba pengikat Nitrogen, pupuk organik yang berasal dari hewani seperti ikan, darah, dll. Phosphat dapat ditambahkan dari pupuk guano atau rock phosphat, dapat juga dicampurkan dengan mikroba pelepas phosphat. Kalium dapat ditambahkan dari arang/abu batok kelapa/kelapa sawit, abu bekas incenerator, dll.
Pupuk kompos yang tidak diperuntukkan bagi tanaman organik, selain dari campuran di atas dapat pula diberikan campuran dengan pupuk buatan. Jadi, pupuk seperti ini hanya dipergunakan untuk tanaman nonorganik. Karena bahan baku sampah tidak tetap, diperlukan campuran dengan bahan lain agar kualitasnya terjaga. Quality control harus diterapkan di sini, sehingga orang yang membeli benar-benar puas.
Jenis kompos
Produksi kompos dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kompos murni. Pupuk ini ditujukan untuk lahan tanaman organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik. Kedua, kompos plus mikroba (pengikat N dan pelepas P). Pupuk yang telah diperkaya ini juga diperuntukkan untuk lahan pertanian organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik (biasa). Ketiga, kompos plus pupuk buatan. Pupuk ini hanya dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan.
Selain itu, kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing-masing.
Selain itu, air lindi yang dianggap mencemarkan sumur di lingkungan TPA dapat dijadikan pupuk cair atau diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke saluran umum. Keuntungan lainnya dengan dihilangkannya TPA (tempat pembuangan akhir) dan diganti dengan TPK (tempat pengolahan kompos) alias pabrik kompos, lahan untuk sampah ini tidak berpindah-pindah, cukup satu tempat untuk kegiatan yang berkesinambungan.
Dengan demikian, pembuatan kompos dari sampah organik perkotaan akan sangat menguntungkan. Pemkot pun bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Jika dalam sehari ada 5.000 ton sampah, dalam sehari tersedia 3.500 ton sampah organik yang siap dikonversi menjadi kompos. Dengan asumsi 1 kg sampah organik bisa menghasilkan 0,6 kg kompos, dalam sehari bisa dihasilkan 2.100 ton kompos. Dalam sebulan tersedia 63.000 ton kompos. Jika tiap kg kompos dijual dengan harga Rp 200,00, gross income per bulannya mencapai 12,6 miliar dan net income Rp 6,3 miliar. Lumayan besar. Jadi, kenapa tidak coba dimulai mendirikan pabrik kompos.***
http://bumiganesa.com/?p=85 2011 April 9

[agromania] Kompos Granul
eka budhi sulistyoWed, 22 Apr 2009 01:56:15 -0700SERBA SERBI PUPUK GRANULE ada yang punya info lebih lengkap??? Saat ini, diseluruh wilayah Jawa, euphoria prosessing pupuk organic granule sedang merajalela … informasi yang saya dapat (kalo ada yang lebih akurat) mencapai 300.000 ton, artinya diperlukan sumber daya yang sangat luar biasa. Coba kita berhitung :300.000.000 kg granule dibuat dari :60% kompos (bukan kotoran ternak yang Cuma dikeringkan lho), nilainya = 180.000.000kg40% filler (terdiri antara lain, zeolit, kalsit, ada juga rock phosphate) = 120.000.000 kg Bila itu adalah kompos, maka kotoran ternak segarnya = 180.000.000kg x (100/60%) = 300.000.000kgDibagi 10 bulan, maka diperlukan 30.000.000kg kotoran ternak murni, kalau dibagi dengan 20 kg kotoran yang dihasilkan ternak sapi sehari, maka diperlukan 1.500.000 ekor ternak sapi atau 500.000 ekor ternak sapi perhari yang kotorannya ditampung … ada gak ya? Mungkin saja ada Tapi ada satu hal yang mengusik saya bahwa ini boleh jadi sebuah hal yang akan menyesatkan pertanian organic Indonesia yang akan menuju GO ORGANIK 2010. Betapa tidak, tataniaga bisnis granul ini sangat memilukan. Yang saya ketahui, kotoran ternak murni dibeli dengan harga Rp. 180 – 225/kg dengan lokasi pengiriman rata” 20 km. konon katanya kotoran ini akan diolah menjadi kompos dengan waktu dekomposisi selama 7 hari … sangat omong kosong waktu sesingkat itu mampu membuat kompos dengan C/N ratio 12 – 16, tidak berbau, remah …. Tetapi hal itu terlaksana !!! Gara”nya hanya masalah rantai granul yang masing” jalur ingin mendapat selisih yang sangat besar … padahal bila yang diproses benar” kompos/pupuk organic, nilai yang diperoleh untuk medapatkan kompos matang lebih murah. Perhitungannya, harga kompos Rp 500/kg – penggunaan 60% = Rp. 300/kg bahan bakuBiaya granul dan filler Rp.100/kg – maka harga kompos granule yang ideal sekitar Rp. 400/kg, ditambah packing – transportasi … maka maksimal harga granul yang berbahan dasar pupuk organic murni (bukan modifikasi) maksimal Rp. 800/kgKonon kabarnya pemerintah mengeluakan biaya sampai 1.250 – 1.500/kgMenilik permainan yang dilakukan para pelaksana granule yang ingin memperoleh keuntungan berlipat, maka ada baiknya Departemen Pertanian RI mengeluarkan ketentuan pembelian bahan baku dari peternak dengan harga kompos Rp. 500/kg .. dengan harga ini maka peternak akan mendaatkan income dari hasil samping usaha ternak, produsen granule akan mendapat bahan baku berkualitas, pemerintah akan menjamin supply pupuk organic yang bagus serta petani pengguna yang akan memperoleh produk berkualitas demi produktifitas tinggi Sebuah pandangan saya yang meliat fenomena granulasi pupuk kandang … mungkin ada klarifikasi atau pembetulan atas analisa saya … Karena saya ingin pertanian ini maju, bukan jadi lahan bagi oknum perusak Negara Best regards, ekabees-----------------------------------------------------CARA PASTI Mendaftar di Agromania Business Club (ABC)(1) Buka: http://www.formulirabc.co.cc(2) Isi data Anda dengan lengkap dan benar(3) Tekan tombol Submit Form. Tunggu sebentar(4) Klik Continue. Data Anda akan langsung masuk(5) Segera lakukan Pembayaran Iuran dan Infokanmelalui SMS ke: 0 8 1 1 1 8 5 9 2 9 (SMS Only)(6) Data keanggotaan Anda akan langsung diproses.-----------------------------------------------------
http://www.mail-archive.com/agromania@yahoogroups.com/msg31084.html

[Ar-Royyan-5679] Sampah menjadi Kompos / Pupuk Cair
agus rasidiMon, 22 Jan 2007 23:49:59 -0800
Mengubah Sampah Menjadi Kompos
AGAR sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku kompos, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah sesuai jenis. Saat ini memang
masih terasa sulit memilah-milah sampah. Namun, bila sejak awal sudah
dibiasakan, pemilahan akan lebih mudah dilakukan. Pemilahan sebaiknya sudah
dilaksanakan sejak tingkat rumah tangga, pasar, atau komunitas lain. Sampah
organik dipisah dari sampah non-organik. Caranya, dengan menempatkan
masing-masing jenis ke dalam kantong plastik yang berbeda warna. Misalnya
kantong plastik bening untuk sampah organik, kantong plastik putih untuk sampah
kertas/karton, dan kantong warna hitam untuk jenis sampah lainnya.

Sampah hasil pemilahan lalu dikirim ke titik RT (first line point).
Selanjutnya, oleh petugas yang dibiayai oleh masyarakat, sampah itu dibawa ke
titik pengumpulan RW (second line point). Dari situ dibawa ke tingkat kelurahan
(third line point), untuk kemudian diangkut ke pabrik kompos. Sedangkan sampah
nonorganik seperti besi dikirim ke pedagang besi tua, sampah plastik ke pabrik
plastik daur ulang, sampah kertas/karton ke pabrik kertas/karton daur ulang.
Demikian pula dengan sampah berupa kaca.

Di pabrik kompos, sampah organik langsung dicacah menjadi halus. Setelah itu,
dibawa ke lokasi pembuatan kompos yang letaknya di tempat yang sama. Para
pemulung yang jumlahnya begitu banyak dapat dilibatkan dalam pembuatan kompos
ini. Proses pembuatan kompos ini sangat sederhana sehingga mereka jika dilatih
akan menguasainya dengan cepat. Jika proses ini dapat diselesaikan dalam waktu
sehari selesai (one day finish), bau busuk akan hilang dengan sendirinya.

Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos hanya dalam waktu dua minggu,
sisanya memerlukan waktu lebih lama. Sisanya, sebanyak 15-20 persen sampah
organik yang tak terurai akan dibakar dan arangnya bisa dimanfaatkan untuk
menaikkan pH tanah dan mengikat unsur logam berat yang beracun.



Kebutuhan lahan

Lahan yang diperlukan sekira 1 m2 per 2 m3 sampah dikalikan potensi jumlah
sampah yang ada dan waktu yang diperlukan untuk mengolah sampah. Misalnya,
produksi sampah mencapai 150.000 ton/bulan, lahan yang dibutuhkan mencapai 15
ha. Lahan tersebut bisa dibagi menjadi 3-4 lokasi agar jarak tempuh kendaraan
pengangkut tidak terlalu jauh. Setiap pekerja dapat membuat kompos sekira 1
ton/hari. Jika tiap kg kompos "dibeli" dengan harga Rp 25,00/kg, mereka akan
mendapatkan penghasilan Rp 25.000,00 hari. Sampah organik sebanyak 2.000 ton
setelah diolah dan disaring akan menjadi 1000-1200 ton saja atau dengan angka
konversi 50-60 persen. Sisanya menguap.

Biaya pembuatan kompos sekira Rp 75,00 - Rp 100,00/kg, termasuk biaya pembelian
mikroba pelapuk bahan organik sebesar Rp 6.000,00 - Rp 33.000,00/ton sampah.
Jika harga jualnya sekira Rp 200,00/kg maka kompos ini akan laris terjual. Saat
ini harga kompos di pabrik sekira Rp 350,00 - Rp 1.50,00/kg, umumnya hanya
terserap oleh tanaman hias dan beberapa jenis tanaman hortikultura dan pangan.
Kompos sangat dibutuhkan untuk lahan pertanian karena fungsinya yang dapat
meningkatkan kesuburan tanah. Kesuburan kimia dan fisik tanah akan bertambah
dan selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Di bidang perikanan,
misalnya tambak umur pemeliharaan ikan dapat dipersingkat. Areal bekas
pertambangan akan sangat baik jika diberi kompos, lahan yang sudah rusak dapat
ditanami kembali.

Kandungan hara

Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Niotrogen > 1,5 % , P2o5
(Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N
ratio antara 15-20 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan
bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan
supply yang berkesinambungan.

Pupuk kompos untuk tanaman organik, jika unsur haranya kurang dapat ditambah
dengan bahan organik lainnya. Nitrogen dapat ditambahkan urine ternak, mikroba
pengikat Nitrogen, pupuk organik yang berasal dari hewani seperti ikan, darah,
dll. Phosphat dapat ditambahkan dari pupuk guano atau rock phosphat, dapat juga
dicampurkan dengan mikroba pelepas phosphat. Kalium dapat ditambahkan dari
arang/abu batok kelapa/kelapa sawit, abu bekas incenerator, dll.

Pupuk kompos yang tidak diperuntukkan bagi tanaman organik, selain dari
campuran di atas dapat pula diberikan campuran dengan pupuk buatan. Jadi, pupuk
seperti ini hanya dipergunakan untuk tanaman nonorganik. Karena bahan baku
sampah tidak tetap, diperlukan campuran dengan bahan lain agar kualitasnya
terjaga. Quality control harus diterapkan di sini, sehingga orang yang membeli
benar-benar puas.

Jenis kompos

Produksi kompos dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kompos murni.
Pupuk ini ditujukan untuk lahan tanaman organik, namun juga dapat digunakan
untuk lahan pertanian nonorganik. Kedua, kompos plus mikroba (pengikat N dan
pelepas P). Pupuk yang telah diperkaya ini juga diperuntukkan untuk lahan
pertanian organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik
(biasa). Ketiga, kompos plus pupuk buatan. Pupuk ini hanya dapat digunakan
untuk lahan pertanian nonorganik

Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fiisik tanah yang
selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura
(buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable
ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang
perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di
bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu,
pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur
pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan.

Selain itu, kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum
dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain
lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya
lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik
saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan
saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas.
Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif.
Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut
secara masing-masing.

Selain itu, air lindi yang dianggap mencemarkan sumur di lingkungan TPA dapat
dijadikan pupuk cair atau diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke saluran
umum. Keuntungan lainnya dengan dihilangkannya TPA (tempat pembuangan akhir)
dan diganti dengan TPK (tempat pengolahan kompos) alias pabrik kompos, lahan
untuk sampah ini tidak berpindah-pindah, cukup satu tempat untuk kegiatan yang
berkesinambungan.

Dengan demikian, pembuatan kompos dari sampah organik perkotaan akan sangat
menguntungkan. Pemkot pun bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Jika dalam
sehari ada 5.000 ton sampah, dalam sehari tersedia 3.500 ton sampah organik
yang siap dikonversi menjadi kompos. Dengan asumsi 1 kg sampah organik bisa
menghasilkan 0,6 kg kompos, dalam sehari bisa dihasilkan 2.100 ton kompos.
Dalam sebulan tersedia 63.000 ton kompos. Jika tiap kg kompos dijual dengan
harga Rp 200,00, gross income per bulannya mencapai 12,6 miliar dan net income
Rp 6,3 miliar. Lumayan besar. Jadi, kenapa tidak coba dimulai mendirikan pabrik
kompos.***

Ir. Memet Hakim, MM
Instruktur Manajemen Sampah

sumber : Pikiran Rakyat Online

===============================

Membuat Pupuk Cair


Sampah tidak hanya bisa dibuat menjadi kompos atau pupuk padat. Sampah
juga bisa dibuat sebagai pupuk cair. Pupuk cair mempunyai banyak
manfaat. Selain untuk pupuk, pupuk cair juga bisa menjadi aktivator
untuk membuat kompos.


Menurut Subagiyo, warga Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta
Selatan, yang telah mempraktikkan membuat pupuk cair, pupuk cair juga
bisa disiramkan ke lubang WC agar limbah tinja di dalam septik tank
menjadi padat.


"Dua liter pupuk cair bisa menghemat penyedotan tinja. Jika biasanya
setahun sekali tinja harus disedot, bisa menjadi dua tahun sekali,"
kata Subagiyo.


Berikut cara membuat pupuk cair yang telah dipraktikkan Subagiyo:


1. Cincang sampah hijau seperti sisa sayuran, sayuran basi, dan
sebagainya.


2. Siapkan tong plastik atau tong bekas wadah cat tembok ukuran 25
kilogram (kg), lengkap dengan tutupnya. Siapkan juga kantong plastik
ukuran 60 cm x 90 cm dan beri beberapa lubang sebesar 1 cm. Lubang ini
untuk memperlancar sirkulasi air dalam tong.


3. Siapkan 1/4 kg gula merah yang sudah dilarutkan.


4. Siapkan 1/2 liter bahan EM4 untuk mempermudah proses pelarutan.


5. Siapkan 1/2 liter air bekas cucian beras.


6. Siapkan 10 liter air tanah. Untuk hasil maksimal jangan gunakan air
hujan atau air PAM.


7. Campur air bekas cucian beras, EM4, dan air gula ke dalam tong
plastik. Sementara itu cincangan sampah hijau dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang sudah dilubangi. Setelah itu, masukkan kantong
plastik ini ke dalam tong plastik dan tambahkan air tanah.


8. Ikat kantong plastik berisi sampah hijau itu dan tutup pula tong
plastik itu dengan rapat selama tiga minggu (21 hari).


9. Setelah tiga minggu, sampah dalam tong itu tidak berbau dan
kelihatan menyusut. Angkat sampah itu hingga air tiris. Sampah dari
dalam plastik menjadi pupuk padat, sedangkan air dalam tong menjadi
pupuk cair. (ARN)


M CLARA WRESTI
Minggu, 29 Oktober 2006
Copyright © 2002 Harian KOMPAS

==============================

Sampah Bernilai Ekonomi

Ketika masyarakat bisa memandang sampah sebagai bahan baku dan bukan barang
yang tidak berharga, kegiatan ekonomi pun perlahan-lahan akan tumbuh.

Inilah yang sudah mulai dilakukan warga RW 01, 02 dan 08 Ancol Barat,
Pademangan, Jakarta Utara, seperti yang diberitakan oleh Kompas hari ini
(24/04/06), yang mengolah sampah menjadi kompos atau kertas daur ulang.

Tentu saja ada sebabnya mengapa warga mau dan bisa melakukan hal ini. Karena
ada perusahaan yang bersedia menjadi mitra warga dengan memberikan modal dan
membeli hasil pengolahan sampah itu, dalam jumlah yang cukup besar yakni
sebanyak 30 ton dengan harga Rp 750 per kilogramnya. Selain dijual ke
perusahaan mitra warga tersebut, kompos hasil olahan sampah itu juga dijual ke
pihak lainnya.

Dengan cara yang sederhana dan manual, kegiatan ini terbukti efektif mengurangi
jumlah sampah yang dibuang dari wilayah tersebut ke TPA secara signifikan dari
80 meter kubik per harinya menjadi hanya sekitar 8 meter kubik saja.

Apa yang sudah terbukti berhasil dilakukan di Jakarta ini seharusnya juga bisa
dilakukan di kota-kota besar lainnya di Indonesia, asalkan bisa diciptakan
kerjasama yang saling menguntungkan antara dunia usaha, pemerintah daerah dan
masyarakat setempat.

Perusahaan-perusahaan yang memerlukan hasil olahan sampah berupa kompos atau
kertas daur ulang bisa patungan untuk bersama-sama menyediakan modal dan
menjadi pembelinya.

Pemerintah daerah-karena mereka sudah banyak dibantu dalam menangani urusan
sampah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat-bisa memberikan insentif pajak atau
lainnya bagi perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra warga.

Masyarakat setempat jelas bisa memberikan tenaganya atau paling tidak ikut
membantu memisahkan sampah sejak masih berada di tempatnya masing-masing,
sehingga memudahkan proses daur ulang dan pembuangannya.

Alangkah indahnya kerjasama seperti ini! Lingkungan jadi bersih, masyarakat
jadi sehat, ekonomi jadi tumbuh, sampah pun tetap ada manfaatnya!

=============================
[Ar-Royyan-5679] Sampah menjadi Kompos / Pupuk Cair agus rasidi
http://www.mail-archive.com/jamaah@arroyyan.com/msg04428.html

MENGENAL SECARA SINGKAT GAS – GAS RUMAH KACA

MENGENAL SECARA SINGKAT GAS – GAS RUMAH KACA
Posted: Agustus 28, 2008 by admin in ilmu
0
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada diatmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas-gas tersebut adalah :

Uap air (H2O)
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat proses alami seperti penguapan air dari air laut, danau dan sungai. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.

Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembaban relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca sehingga meningkatkan temperatur dan berimplikasi semakin meningkatnya jumlah uap air di atmosfer.

Keaadan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik kesetimbangan. Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas – gas rumah kaca seperti CO2.

Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan. Energi yang masuk ke bumi akan mengalami berbagai perlakuan dimana 25% energi akan dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan, 45% diadsorpsi permukaan bumi, dan 5% lainnya akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.

Energi yang diadsorpsi akan dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi sehingga terbentuk efek rumah kaca.

Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida adalah gas rumah kaca yang paling besar berkontribusi terhadap pemanasan global . Konsentrasi alaminya kecil hanya sekitar 0.03 persen di atmosfer dan ini secara alamiah bisa diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari kemudian diuraikan untuk membentuk jaringan tanaman yang dikenal dengan proses fotosintesis. Bila tanaman atau hewan mati, kandungan karbon terlepas dalam bentuk karbondioksida, demikian pula membakar kayu atau bahan bakar fosil juga melepaskan karbondioksida.

Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36%). Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.

Tanah secara alami juga mengandung karbon sampai 50% dari berat keringnya bisa berupa bahan organik yang membusuk sebagian. Jika tanah ini dibalik oleh cangkul maka sejumlah karbondioksida terlepas ke atmosfer dalam bentuk karbondioksida.

Makin banyaknya pemakaian kendaraan bermotor menyebabkan pemakaian bahan bakar fosil juga bertambah hal ini bisa menyebabkan bertambahnya kadar karbon di atmosfer bumi dan ini akan membentuk semacam perisai, kemudian panas yang seharusnya keluar dari atmosfer dipantulkan kembali ke bumi yang menyebabkan suhu bumi mengalami kenaikan.

Hutan secara alamiah menyerap kadar karbon yang dilepas, tetapi apabila terjadi kerusakan hutan maka adsorpsi karbon akan terhambat. Apabila terjadi kebakaran hutan maka akumulasinya akan bertambah. Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmsofer, aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Penimbunan kadar karbon akan semakin meningkat seiring bertambahnya kegiatan manusia.

Senyawa metana (CH4)
Konsentrasi metana di atmosfer saat ini berkisar 1.7 ppm, jumlah ini hampir 2.5 lebih tinggi dari 300 tahun lalu, metana diperkiraan mempunyai masa hidup 10 tahun dalam atmosfer. Metana dihasilkan ketika jenis-jenis bakteri tertentu menguraikan bahan organik pada kondisi tanpa udara. Gas ini mudah terbakar dan menghasilkan karbondioksida sebagai hasil sampingannya.

Metana buatan manusia terutama dari industri, pertanian dan pembakaran biomassa, penimbunan limbah, penambangan batubara, dan kurang lebih sepertiganya berasal dari pengeboran transmisi. Metana adalah komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida.

Nitrogen oksida (NO2)
Masa hidup dari NO2 sangat panjang yaitu sekitar 150 tahun di atmosfer, oleh karena itu peningkatan emisi – emisi kecil dapat meningkatkan konsentrasi. Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16% bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.

Chloro Fluoro Carbon (CFC)
Pemakaian CFC secara berlebihan dan berkelanjutan dalam berbagai penggunaannya seperti bahan pendingin pada AC, busa untuk insulasi, perabotan (furniture), tempat duduk di kendaraan, dry clean, pada industri elektronik makin menambah kadar pencemaran udara yang pada akhirnya menimbun di lapisan atmosfer bumi.

Pada Protokol Montreal 1987 yang dihadiri oleh 50 negara dan Vienna Convention 1988 telah menetapkan pengurangan bertahap produksi CFC berdasarkan produksi 1986, yaitu sebesar 20% tahun 1993 dan meningkat menjadi 50% tahun 1998, menurut protokol Montreal pembatasan dikenakan pada beberapa mesin pendingin yang menggunakan CFC 11, 12, 113, 114 dan CFC 115, diantara semua CFC tersebut CFC 11 yang mempunyai daya rusak terbesar karena persentase khlorinnya terbesar.

Penyelidikan bahkan membuktikan CFC juga menyumbang 15% terjadinya efek rumah kaca yang berakibat kenaikan suhu atmosfer bumi. Bahaya penggunaan CFC bagi lingkungan baru diketahui tahun 1974 dengan hipotesa penipisan lapisan ozon, CFC di lapisan stratosfer akan melepaskan khlorin karena terkena sinar matahari. Khlorin selanjutnya bereaksi dengan ozon membentuk khlorin monoksida (ClO) dan oksigen, namun ClO akan terurai lagi melepaskan khlorin, selanjutnya proses penguraian ozon ini terjadi berulang sampai lebih 10.000 kali.

Menurut penelitian, sejak diproduksinya CFC telah terjadi peningkatan emisi CFC ke atmosfer dari 100 ton pada tahun 1931 menjadi 650 ton tahun 1985, yaitu dengan laju kenaikan lima persen setahun. Untuk pendingin AC, alternatif pengganti CFC 12 adalah HFC 134a (Hidro-khloro-fluoro-carbon) dan CFC 11 dengan HCFC-123.

Saat ini kedua senyawa tersebut dalam taraf pengujian terhadap daya racun dan kehandalannya dari segi keamanan dan teknis. HCFC merupakan golongan faktor penipisan ozon (ODF) yang relatif lebih rendah dibanding dengan CFC berkisar antara CFC 11 dan 12 memiliki ODF 1. HCFC mempunyai ODF rendah karena satu atom klorin diganti dengan atom hidrogen, sehingga total berat relatif khlor berkurang. HCFC bersifat tidak stabil sehingga sebelum sampai ke lapisan ozon telah terurai lebih dahulu.

Pada tahun 2000, para ilmuwan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas – gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.

Edited by : @_pararaja
Sumber:http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/28/mengenal-secara-singkat-gas-%E2%80%93-gas-rumah-kaca/

Konsentrasi Metana antara LEL dan UEL, Dapat Menyebabkan Ledakan di TPA Sampah

Konsentrasi Metana antara LEL dan UEL, Dapat Menyebabkan Ledakan di TPA Sampah
Kompas - 29 Maret 2005
PERISTIWA meledaknya tumpukan sampah di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah pada 21 Februari 2005 dini hari yang menyebabkan puluhan orang meninggal tertimbun tumpukan sampah merupakan akibat ledakan gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah.Tingkat konsentrasi di mana gas potensial untuk meledak disebut limit ledakan (explosive limit). Potensi bagi suatu gas untuk meledak ditentukan oleh batas bawah ledakan atau disebut the Lower Explosive Limit (LEL) dan batas atas ledakan atau disebut Upper Explosive Limit (UEL).LEL dan UEL diukur dari persentase suatu gas di udara berdasarkan volume. Pada konsentrasi di bawah LEL dan di atas UEL, suatu gas tidak meledak. Jadi suatu bahaya ledakan dapat terjadi jika suatu gas berada pada konsentrasi di udara antara LEL dan UEL. Di sinilah percikan api berasal. Gas Metana meledak saat berada pada ambang antara 5 persen LEL dan 15 persen UEL dari volume udara.Metana dapat juga menjadi suatu bahan yang mudah meledak (asphyxiant) jika konsentrasinya berlebihan. Gas sampah TPA mempunyai potensi meledak oleh perpindahan dari sampah dan berakumulasi di tempat tertentu.Peristiwa di TPA Leuwigajah diperkirakan dimulai dengan turunnya hujan lebat menyebabkan lereng bukit sampah longsor mengingat kemiringannya yang curam. Adanya hujan turun juga berakibat pergerakan gas sampah TPA yang tidak dapat naik ke atas karena temperatur rendah sehingga pergerakan ke arah horizontal.Hal ini menyebabkan konsentrasi gas metana di TPA menjadi jenuh. Yang menyebabkan terjadinya ledakan gas sampah TPA karena konsentrasi gas metana yang tinggi disertai longsor yang terjadi berakibat terjadinya percampuran antara gas metana yang keluar dari timbunan sampah dan oksigen di udara sekitarnya.Untuk mengetahui lebih jauh kita perlu mengenal karakteristik dan bahaya dari gas yang dihasilkan sampah di tempat pembuangan sampah (TPA). Gas sampah TPA ini terdiri dari suatu campuran berbagai macam gas. Berdasarkan volume, gas sampah TPA terdiri dari sekitar 40 persen-60 persen gas karbon dioksida dan 45 persen-60 persen gas metana.Gas sampah TPA juga berisi sejumlah kecil persentase dari gas nitrogen, oksigen, ammonia, sulfida, hydrogen, karbon monoksida, dan senyawa organik nonmetana, (non methane organics compounds = NMOCs). Contohnya Tri Chloroethilen, Benzena, dan Vinyl-Chlorida.Gas sampah TPA dihasilkan oleh tiga proses, yaitu dekomposisi oleh bakteri, penguapan, dan reaksi kimia. Kecepatan dan volume gas sampah TPA yang dihasilkan pada suatu lokasi TPA bergantung atas komposisi, umur sampah, oksigen, kadar air, dan temperatur setempat.Konsentrasi dan pergerakan gas sampah TPA dapat berubah cepat (dalam hitungan jam) dalam merespons perubahan kondisi di atmosfer dan permukaan bumi. Tekanan atmosfer lebih tinggi dapat membuat pergerakan vertikal ke atas dari gas sampah TPA.Hujan dapat menjenuhkan butiran udara di permukaan tanah yang kemudian mengurangi/menghambat gerakan vertikal ke atas dan meningkatkan gerakan ke arah horizontal.Peristiwa ledakan gas di atas sebenarnya dapat dicegah dengan membuat saluran ventilasi gas sampah dari batu kerikil dari arah vertikal maupun horizontal di TPA tersebut. Namun, pengalaman menunjukkan jika dipakai pipa PVC sebagai saluran ventilasi, maka pipa PVC tersebut akan hilang diambil oleh para pemulung yang ada di TPA.R Julianto Mahasiswa S3 PS-PSL Sekolah Pascasarjana IPB